Penulis : H. M Ali Moeslim
Bandung: 29 Des. 2021 M/24 Jum. Ula 1443 H
Bismillahirrahmanirrahim
DALAM sepakbola ada dua fatsun taktik dan strategi sepakbola yakni total football dan tika taka. Istilah total football merupakan strategi sepak bola yang berkembang di Eropa pasca tahun 50-an. Total football adalah pola permainan yang terus menerus menyerang dengan mengandalkan kemampuan sayap baik dari sisi kiri maupun kanan. Melihat tipikal permainan terus menerus menyerang tersebut, pola atau strategi dalam total football biasanya menggunakan skema 4-4-2, 4-3-3, hingga 4-5-1.
Lain lagi dengan taktik dan strategi permainan tiki-taka digambarkan sebagai gaya bermain bola dengan operan-operan pendek antar pemain dan dikondisikan dengan aliran bola secara acak tapi tetap bergerak dengan target mendekati gawang lawan.
Sederhananya, gaya permainan tiki-taka adalah filosofi permainan berbasis penguasaan bola yang memuat operan pendek cepat nan rapi.
Bagaimana dengan dakwah? Apakah pola permainan total football dan tiki taka bisa diterapkan dalam dakwah? Tentu jawabannya bukan bisa dan tidak? Tapi bagaimanapun bagi seorang muslim, Nabi Muhammad SAW adalah tauladan dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam dakwah.
Siapapun yang mendalami dan membaca dengan seksama buku buku sirah nabawiyah, kitab-kitab hadis dan karya-karya fikih, sulit untuk mengatakan bila Rasulullah SAW bukan pelaku dan pejuang politik. Amal dakwah yang berlangsung di Makkah maupun Madinah penuh dengan perjuangan politik.
Apalagi kalau berbicara negara, maka negara adalah bagian integral dari tema tema politik. Keberadaan Nabi SAW sebagai kepala negara yang melakukan aktivitas politik juga tak dibantah oleh Barat. Michael Hart, dalam bukunya, menuliskan, “Dia mendirikan negara baru di sisi agama. Di bidang dunia, ia menyatukan kabilah-kabilah di dalam bangsa, menyatukan bangsa-bangsa di dalam umat, meletakkan buat mereka semua asas kehidupannya.”
Bahkan Profesor Dr. Rawwal Qol’ahji, seorang pemikir Islam kontemporer, menyusun kitab sirah dengan tajuk: Qirâ’ah Siyâsiyah li as-Sîrah an-Nabawiyah (Sirah Nabawiyah: Sisi Politis Perjuangan Rasululullah saw.). Buku ini memberikan pembacaan secara politis terhadap aktivitas dakwah Nabi SAW sejak sebelum era kenabian hingga hijrah ke Madinah.
Aktivitas Rasulullah saw. sebagai pelaku dan pejuang politik sebenarnya telah dilakukan sebelum era kenabiannya. Pada masa mudanya, Rasulullah saw. berpartisipasi dalam pembentukan Hilf al-Fudhul. Perjanjian ini menghasilkan jaminan keamanan bagi siapa saja yang memasuki Makkah. Nabi saw. juga menyelesaikan konflik peletakkan Hajar Aswad yang hampir menimbulkan perpecahan antar kepala suku.
Aktivitas politik Nabi saw. berlanjut dan membawa beliau pada agenda tahannuts (menyendiri), atau berkontemplasi di Gua Hira. Selain untuk membersihkan diri dari berbagai penyakit hati yang begitu merebak di tengah-tengah masyarakat Jahiliah, Rasulullah SAW juga memikirkan penyebab dan solusi kerusakan masyarakat saat itu; kefasadan politik (seperti kezaliman, fanatisme kesukuan, borjuisme, dll) kefasadan sosial (seperti perzinaan, pembunuhan bayi perempuan, penindasan pada kaum wanita) dan kefasadan ekonomi (semisal penipuan dalam perdagangan, perjudian, riba, dsb.).
Seorang pemikir dan politisi agung tak hanya memikirkan kepentingan pribadinya. Ia memiliki responsibiliti terhadap keadaan masyarakat di sekitarnya, bahkan masyarakat dunia. Kemudian ia berusaha mencari solusi dan bekerja keras memperbaiki kehidupan masyarakat.
Adapun bukti Kifâh siyâsi atau perjuangan politik Rasulullah saw. di era kenabian meliputi sejumlah tahapan:
Pertama, mempersiapkan para pejuang politik Islam generasi awal agar menjadi kelompok yang memiliki daya tahan sekaligus daya serang politik terhadap tatanan sistem Jahiliah.
Kedua, mendakwahkan Islam agar dianut oleh masyarakat serta menggeser berbagai keyakinan, adat istiadat dan tolak ukur Jahiliah.
Ketiga, bertahan dari serangan politik kaum kafir Quraisy dan melakukan serangan balik.
Ke-empat, melakukan dharb al-‘alaqat, yakni memutuskan rantai kepercayaan khalayak terhadap kepemimpinan kaum kafir Quraisy dan mengalihkannya kepada Rasulullah saw.
Kelima, melakukan aktivitas thalab an-nushrah kepada para pemimpin berbagai kabilah. Tujuannya agar mereka mau menjadikan negerinya sebagai tempat mengakar dan berseminya Islam sekaligus sebagai pusat penyebaran dakwah Islam (nuqthah al-irtikâz) ke seluruh dunia.
Ke-enam, melakukan aktivitas diplomasi ke sejumlah raja dan kaisar, menawarkan Islam dan futûhât atau penaklukkan terhadap wilayah-wilayah mereka.
Wallahu a'lam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar